twitter


 A.    Proses menjamurnya produk asing

Sudah 64 tahun Indonesia merdeka akan tetapi kemerdekaan seakan hanya sebatas sebuah pengakuan karena faktanya Indonesia masih saja terjajah. Penjajahan masih saja berlangsung hanya caranya dan metodenya yang berbeda, inilah yang disebut penjajahan gaya baru. Masuknya neoliberalisasi, perdagangan bebas dan segala macam turunanya adalah bukti bahwa bangsa kita masih terjajah. Terjajah secara ekonomi, pendidikan bahkan yang paling menyakitakan kita dijajah oleh bangsa kita sendiri ( penguasa ).

Seperti yang kita tahu, Indonesia yang kaya ini memiliki potensi sangat besar dalam segala sektor. Mulai dari sumber daya alam, budaya, adat-istiadat, hingga pariwisata. Namun, semua itu belum digali dan dikelola dengan baik. Pada dasarnya banyak komoditas pertanian primer, seperti beras, kopi, kelapa sawit, kedelai, di Indonesia dapat diupayakan mencapai swasembada. Lantaran tidak dikelola dengan baik, akhirnya impor kerap menjadi pilihan terakhir, termasuk impor budaya. Acap kita juga tidak berdaya menghadapi serbuan produk pertanian impor dari negara lain yang harganya lebih murah dengan kualitas lebih bagus. Bila dicermati, petani yang berada di luar negeri itu memiliki perlindungan dan fasilitas dari pemerintah seperti subsidi, insentif, dan stimulus ekonomi, meskipun masyarakat petaninya minoritas.

Sebaliknya di Indonesia yang mayoritas warganya bermata pencaharian sebagai petani, sektor ini kurang diperhatikan. Pada 1923, Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) mengeluarkan pernyataan bahwa tiap warga Indonesia harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan bangsa dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri terlepas dari bantuan orang lain. Kita juga dapat mengambil contoh perkataan Wakil Presiden Indonesia pertama, Bung Hatta, "Dengan memakai prinsip nonkooperatif, suatu kebijaksanaan menyandarkan diri pada kekuatan sendiri, yaitu suatu kebijaksanaan berdiri di atas kaki sendiri akan mengumandangkan perasaan hormat pada diri sendiri ke dalam kalbu rakyat Indonesia. Sebab hanya suatu bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja yang tidak takut akan hari depan. Hanya suatu bangsa yang paham akan harga dirinya maka cakrawalanya akan terangbenderang."[1]


Nah, tampaknya hal inilah yang belum terserap benar di kalbu bangsa ini. Nilai-nilai luar dengan bangga kita terima sebagai suatu hal baru yang selalu baik. Lihat saja Jakarta. Sebagai pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi, pembangunannya belum merata. Para pengusaha hanya mengambil keuntungan semata dari sifat konsumtif dan latah bangsa ini dengan hanya membangun mal-mal yang menjamur di mana-mana. Seharusnya kita bisa berkaca pada negara tetangga seperti Thailand yang mulai membangun negaranya dengan tetap menjaga keseimbangan sosial, ekonomi, budaya serta nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat di tengah arus informasi global saat ini.

Selain Thailand, jejak negara yang juga patut dicontoh adalah India. Mahatma Gandhi memotivasi dan menerapkan rakyatnya untuk menggunakan produk dalam negeri dan tidak boleh ada produk impor melalui slogan swadesi (kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri) dan itu masih dipegang kuat hingga saat ini. Kebijakan pemerintah kita yang condong mengakomodir kepentingan asing serta kaum kapitalistik tanpa memperdulikan kepentingan rakyat merupakan bukti. Kita dapat menilai bahwa adanya liberalisasi tidak membawa dampak positif bagi rakyat bahkan cenderung menyengsarakan rakyat. Pihak swasta baik lokal maupun asing yang menguasai aset-aset negara lambat laun akan semakin menyusahkan rakyat. Kita dapat bayangkan akibatnya ketika aset negara seperti PLN, PDAM, dan Pertamina dikuasi oleh pihak asing. Mereka akan dengan seenaknya mematok harga terhadap komoditas yang mereka perdagangkan dan mau tidak mau rakyatlah yang akan jadi korban terutama mereka yang dibawah garis kemiskinan.
Tak hanya selesai sampai disitu masuknya Indonesia dalam CAFTA dan AFTA adalah sebuah bencana besar yang tentunya dampaknya bisa langsung kita rasakan. Bagaimana menjamurnya produk-produk asing ke pasar dalam negeri mau tidak mau membunuh perekonomian nasional. Karena jelas bahwa industri lokal pada hari ini belum mampu bersaing dengan asing. Ujung-ujungnya rakyat kita juga yang jadi koraban. Kita bisa saksikan bagaimana para petani mengeluh hasil tanamnya tidak bisa di jual di pasaran karena harus bersaing dengan produk asing, yang harga dan kwalitasnya lebih baik dibandingkan produk lokal. Hal ini tentu sebuah masalah yang harus dicarikan solusinya, lalu apa yang harus pemerintah lakukan.
Yang harus pemerintah kita lakukakn ialah bagaimana pemerintah mampu membuat sebuah kebijakan yang lebih pro terhadap rakyat. Misalnya pemerintah membuat sebuah undang-undang tentang perlindungan usaha kecil serta usaha rakyat. Dimana isinya bahwa pemerintah harus menjamin keberlangsungan usaha kecil dan usaha rakyat, mulai dari memberikan modal pinjaman terhadap rakyat, memberikan pendidikan dan pembinaan dalam bidang usaha bahkan menjamin pemasaran produk mereka. Hal ini penting sebagai jaminan agar mereka dapat berusaha dengan tenang tanpa khawatir produk yang mereka hasilkan tidak bisa laku dipasaran. Selain itu pemerintah harus mulai mengatur tentang tata cara investasi modal asing yang akan masuk dalam negeri. Kendati hal itu sudah diatur dalam undang-undang, akan tetapi undang-undang tersebut justru cenderung melemahkan negara kita. Untuk itu pemerintah seharusnya merubah undang-undang tersebut agar pemerintah memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Misalnya setiap perusahaan asing yang akan mendirikan usahanya di Indonesia harus membagi ilmu dan teknologinya agar bisa kita kuasi sehingga nantinya kita bisa membuat usaha yang sejenis. Renegosiasi terhadap perjanjian-perjanjian lama yang berkaitan dengan bidang ekonomi, yang sekiranya merugikan kita. Begitulah kiranya gambaran penjajahan gaya baru di Republik ini, semoga kedepanya pemerintah lebih arif lagi dalam membuat sebuah kebijakan agar rakyat tak lagi jadi korban.

Masuknya Indonesia dalam CAFTA ( China, Asean, Free, Treed, Area) adalah masalah besar yang harus dicarikan sebuah solusi, karena bagaimanapun hal ini menjadi sebuah warning bagi kehidupan ekonomi kita yang masih jauh dari kemapanan. Memang dalam hidup ini selalu dihadapkan dengan pilhan-pilihan yang terkadang sulit, begitu juga dalam praktik bernegara. Saat ini Indonesia tentu dalam posisi sulit ketika era perdagangan bebas mulai dibuka. Mengapa demikian?
Pertama Negara kita masih jauh dari mandiri dalam perekonomian, Indonesia adalah Negara dengan tingkat ketergantungan yang cukup tinggi dengan asing,bangsa kita begitu terkenal dengan bangsa yang konsumtif, dan hal ini tidak diimbangi dengan produktivitas berproduksi.
Kedua baik pemerintah maupun masyarakat belum siap untuk menghadapi era perdagangan bebas. Pemerintah belum siap dalam strategi perekonomian, sementara masyarakat dengan kemampuan, modal, serta teknologi yang terbatas tentu akan keteteran ketika harus melakukan persaingan dengan para competitor mereka. Jangankan untuk bersaing dengan Jepang atau china, dengan Malaysiapun Indonesia masih kalah jauh.
Belum satu bulan CAFTA dibuka para pengusaha kecil, petani, pedagang sudah banyak mengeluh terutama mereka yang bergerak dalam mikro ekonomi. Menjamurnya produk import dengan harga murah serta kwalitas yang lebih unggul menjadi pukulan telak bagi para pelaku ekonomi di Negara kita. Disinilah teori ekonomi itu bermain, dimana ada produk yang lebih murah dengan kwalitas yang bagus, maka konsumen tanpa ragu akan membelinya.
Inilah yang dikhawatirkan Soekarno, yaitu penjajahan gaya baru. Kini bukan fisik yang dijajah akan tetapi ekonomilah yang dijajah, yaitu dengan lewat jalan perdagangan bebas yang tanpa pajak dan cukai. Dan logikanya ketika sebuah Negara lemah dalam perekonomianya dan bahkan ketergantungan denga Negara lain maka akan dengan mudah di interverensi.
Era baru ini kini sudah dimulai dan haruskah jadi sebuah keniscayaan. dan liberalisasi ekonomi haruskah jadi pilihan kebijakan ekaonomi Negara kita. Haruskah kita anut madzab neoliberalisme sebuah jalan ekonomi kita, padahal sudah jelas bahwa dasar ekonomi kita adalah ekonomi pancasila diamana keadailan dan pemerataan menjadi sebuah harga mati.
Harian Media Indonesia (MI) Senin, 07 Februari 2011 dalam editorialnya mengangkat judul “Negeri Konsumen”. Ada pertanyaan yang mengusik sanubari, menyentuh rasa kebangsaan, yaitu apakah Indonesia ini termasuk negara produsen atau negara konsumen?.

Kutipan singkat editorial di atas bukanlah omong kosong, tetapi fakta tak terbantahkan yang terjadi di Negeri Indonesia ini. Jangankan produk-produk bermerek, cabaipun kita impor dari Thailand. Ini menunjukkan betapa gamangnya produk-produk asing masuk ke negeri yang konon katanya kaya akan hasil bumi yang melimpah. Hal ini semakin diperparah dengan masuknya barang-barang tersebut secara ilegal yang mana kerap kali menimbulkan kerugian luar biasa terhadap Indonesia. Bagaimana tidak, barang-barang tersebut yang semestinya melewati tahap masuk bea cukai dengan beberapa persyaratan seperti dokumen sah pengiriman dan dokumen sah biaya masuk bea cukai Indonesia tidak ada. Dalam artian, barang-barang impor tersebut masuk ke Indonesia tanpa membayar pajak bea cukai atau ilegal. Padahal hasil dari pajak bea cukai yang semestinya dibayarkan dapat menambah anggaran negara yang mana dapat pula dialokasikan untuk Gerakan Cinta Produk Indonesia. Hal inilah yang semakin menambah kebobrokan Indonesia, oknum-oknum jahat yang tidak bertanggung jawab kerap kali memetik hasil dari kegiatan pengiriman ilegal seperti itu.

           B.   Indonesia dan Neoliberalisme (Click to read the definition)
Apa itu neoliberalisme, sebuah pertanyaan menarik ketika ia menjadi sebuah bahan perbincangan publik. Apalagi ketika pemilu presiden lalu wacana ini begitu ramai berkembang, yang banyak orang menyebutnya sebagai isu politik. Ternyata bila kita pahami Neoliberalisme bukanlah sekedar wacana atau sebuah isu politik. Aakan tetapi neoliberalisme adalah sebuah musuh yang nyata di depan kita.
 Lalu apa hubungan Indonesia dengan Neoliberalisme, korelasi keduanya sangatlah jelas dimana Negara kita adalah Negara yang mempraktekan praktik neoliberalisme, tak hanya itu Negara kita juga menjadi sebuah subjek neoliberalisme. Kita lihat bagaimana lewat legitimasi undang-undang pemerintah membuka jalan selebar-lebarnya untuk modal asing masuk ke Negara kita, walhasil sawatanisasi dan privatisasi menjamur dimana-mana. Banyak sekali kekayaan Negara yang diprivatisasi dan tak satupun memberikan keuntungan bagi kita dan dapat dikatakan Indonesia menjadi korban kareana akibat dari kebijakan neoliberalisme itu sangat merugikan bagi warga masyarakat. Terutam mereka yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Bayangkan saja dengan dibebaskan jalur investasi bagi para pemodal besar mau tidak mau akan menghancurkan sektor ekonomi mikro. Menjamurnya Hypermat, Mini market yang mnenjual barang yang lebih murah dan kwalitas yang lebih baik mau tidak mau mematikan para pedagang kecil di Pasar-pasar tradisional. Ini jelas sangat merugikan dan bila didiamkan akan mengancam perekonomian warga kita.
C.   Awal Mula Neoliberalisme
Sejak bubarnya PKI dan naiknya Soeharto sebagai pengganti Soekarno. Neoliberalisme sudah mulai bersemayam dalam bumi Indonesia. Di bukanya UU investasi adalah cikal bakal dari masuknya neoliberalisme. Dimana para pemodal dibukakan ruang selebar-lebarnya untuk berinvestasi, sementara pemerintah mengabaikan rakyat  kecil. Padahal bila kita menganut pancasila sebagai dasar Negara maka hal itu tidak boleh terjadi, karena bertentangan dengan sila kelima tentang keadailan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Padahal praktik-praktik neoliberalisme sudah sempat mendapat perlawanan, yaitu ketika tragedi Mala petaka sebelas januari ( Malari ). Dimana hampir semua produk asing, khususnya Jepang diboikot. Mereka menjarah dan membakar produk-produk tersebut, sebagai wujud penolakan. Tapi yang terjadi sebaliknya para pentolan aksi tersebut ditangkap dan di jebloskan kepenjara.

E.   Praktik Neoliberalisme di Indonesia
Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997. Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya IndosatTelkomBNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.
Dibukanya pasar bebas juga termasuk bagian dari agenda Neolibertalisme. Karena dalam pasar bebas jelas bahwa dominasi Negara sudahlah tidak ada, hal ini kita lihat dengan tidak adanya pajak atau cukai. Sementara Negara tidak bisa ikut mel;akukan intrerfrensi dalam hal ini. Lalu adakah solusi terkait permasalah ini.[2]
F.    Solusi
Saat ini memang kita sudah tidak mungkin menolak agenda neoliberalisme, misalnya kita menolak keluar dari CAFTA, tentu hal ini akan berdampak buruk bagi kita di mata inteernasional. Namun tidak ada masalah yang tidak bisa dicarikan solusinya, dan bila ini dilakukan secara serius dan penuh komitmen niscaya kita pasti bisa mengatasi permasalahan ini diantaranya dengan :
1.    Membuat Kebijakan
Salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk menaggulangi arus besar Neoliberalisasi adalah dengan cara membuat sebuah regulasi yang dilakukan oleh pemerintah. Negara haruslah benar-benar mengimplementasikan fungsinya yaitu sebagai pelindung. Negara harus mampu membuat sebuah kebijakan yang prorakyat, untuk menanggulangi arus besar neoliberalisme.
Misalnya pemerintah harus membuat undang-undang terkait masalah investasi, sehingga para pemodal tidak bisa seenaknya mendirikan sebuah usaha. Mereka harus mengikuti beberapa aturan-aturan yang ditentukan oleh pemerintah. Misalnya jika ada sebuah corporate ingin mendirikan sebuah minimarket atau hypermat. Mereka harus menuruti ketentuan yang dibuat pemerintah, misalnya :
1.    Hypermart ataupun minimarket haruslah jauh dari dari pusat perbelanjaan tradisional
2.    Waktu beroperasi haruslah dibatasi, tidak boleh beroperasi selama dua puluh empat jam
3.    Dalam mendirikan bangunan mereka garus sesuai dengan aturan dinas tata ruang, misalnya harus membangun dengan izin, tidak membangun di lahan terbuka hijau atau dearah resapan air.
4.    Harus berani memberdayakan warga lokal sebagai tenaga kerja

2.    Mengembangkan Sektor UKM
Usaha kecil menengah harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena masalah yang dihadapi mereka adalah kurangnya perhatian dari pemerintah. Untuk itu kedepannya pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih bagi sektor ini diantaranya dengan :
1.    Memberikan kredit dengan bunga yang lunak
2.   Memberikan bimbingan terhadap pelaku bisnis tersebut, hal ini dalam rangka   perbaikan  daya saing produk
3.  Memberikan bantuan dalam hal pemasaran, pemerintah harus berani memberikan  jaminan terhadap kemudahan pemasaran produk

3.    Membangkitkan Usaha Koperasi
            Koperasi adalah salah satu gagasan Founding Father kita yakni Mohammad hatta. Bila kita lihat sifat dari koperasi ini sangat sesuai denga kondisi bangsa kita, yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong. Dengan dioptimalisasikan koperasi diharapkan akan mampu menjadi pendongkrak perekonomian rakyat. Untuk itu pemerintah harus :
1.  Merevisi UU koperasi agar sesuai dengan konteks kekinian
2.  Memberikan bimbingan dan penyeluhan bagi koperasi-koperasi yang ada di Indonesia
3.  Mempermudah Izin pendirian Koperasi agar lebih fleksibel namun tidak kehilangan esensi dasar dari pada koperasi
4.  Mengoptimalkan peran dinas koperasi sebagai panglima ekonomi rakyat

4.    Kembali Kepada Pancasila
Pancasila sebagai falsafah bangsa haruslah benar-benar di Implementasikan dalam kehidupan, jangan kemudian hanya jadi sebuah teks. Pancasila haruslah jadi konteks, dan harus mawujud nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Sila ke lima yang berbunyi “ Kedailan social bagi seluruh rakyat Indonersia” hendaknya dipakai sebagai prinsip ekonomi kita, sesuai amanat bapak bangsa. Dan jika itu bisa di Implementasiakan bukan tidak mungkin kesejahtraan yang kita idam-idamkan akan dapat terwujud.
5.    Menggencarkan pencanangan Gerakan Cinta Produk Indonesia 


BAB III PENUTUP

·         Kesimpulan
Neoliberalisme harus kita lawan, namun lawan disini bukan berarti kita harus menggunakan cara-cara negative. Banyak cara yang bisa dilakukan dan sebenarnya sudah lama di rumuskan oleh para pendiri bangsa, diantaranya seperti koperasi dan yang tak kalah penting para pendiri bangsa telah merumuskanya dalam Pancasila “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pemerintah harus memberikan dukungan dalam upaya tumbuh dan berkembangnya industri besar maupun kecil dalam negeri dengan memberikan kemudahan melalui regulasi atau kebijakan sehingga kapasitas produksi bisa meningkatkan. Pemerintah juga harus memberikan jaminan kepada perbankan dan lembaga keuangan bukan bank yang mendukung pembiayaan pengembangan industri strategis.
Kita sebagai masyarakat Indonesia seyogyanya bergerak mulai dari individu masing-masing dan mengajak lingkungan sekitar untuk mencintai dan menggunakan produk dan budaya negara kita sendiri. Kita tidak akan bergantung lagi dengan produk asing, karena kita percaya bahwa kita mampu memproduksi hasil sumber daya alam dengan kualitas yang lebih baik juga.

DAFTAR PUSTAKA


[1]Percaya Produk Indonesia,  diakses dari http://cianjur-online.commembers/pyan82/PERCAYALAH -PADA-PRODUK-INDONESIA-detail-artikel.html
Pada tanggal 11 Desember 2011, Pkl 21.27.
[2] Solusi melawan neoliberalisme,  diakses dari http://pbhmi.net/index.php?option=com_content&view=article&id=451:solusi-melawan neoliberalisme&catid=70:artikel&Itemid=130
Pada tanggal 11 Desember 2011, Pkl 21.28.

1 komentar:

  1. great reafing for Indonesians !

Posting Komentar